Rabu 23 Juni 2021, sekitar pukul 9.30 WIB, teleponku berdering. Ternyata dari Betty Herlina yang mengatakan sudah hampir sampai ke rumahku. Beberapa menit kemudian sebuah minivan warna putih tiba di depan rumah. Pengemudinya adalah Komi Kendy. Teman satu organisasi di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu. Sekaligus adek tingkatku sewaktu di Jurusan D3 Jurnalistik Universitas Bengkulu (Unib).
Tapi ternyata isi di mobil itu ada tiga orang. Yang seorang lagi bocah. Umurnya kisaran 5 tahun. Bocah itu anak sulung Komi Kendy. Sean Kilimanjaro namanya. Panggilannya Sean. Saya tidak banyak tanya kenapa Sean ikut ? Karena saya sudah tahu banyak tentang ibunya yang memang berjiwa petualang sejak di kampus dulu. Jadi sangat wajar jika Sean diajak ibunya ke rimba.
Sempat melepas sedikit penat dan meregangkan
otot di rumahku. Karena perjalanan dari Bengkulu menuju rumahku sekitar dua jam
lamanya atau sekitar 80 kilometer. Sepuluh menit kemudian kami pun meluncur ke
Desa Batu Ampar Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.
“Masih
jauh desanya?”, kata Betty. “Itu di belakang rumah”, jawabku sambil menunjuk Bukit Hitam yang
menjulang tinggi yang terlihat jelas dari rumahku. Jarak dari rumah menuju Desa
Batu Ampar sekitar tiga kilometer atau sekitar sepuluh menit berkendara.
Minivan putih pun kembali melaju. Saya duduk
di belakang ‘sopir’, Komi. Sepanjang jalan Sean terlihat bahagia dan terus
mengoceh kepada ibunya. Memberi isyarat memaksa laju kendara lebih cepat karena
sudah tidak sabar ingin melihat air terjun.
Secara letak geografis, desa itu berada di
sudut. Ketika masuk desa, sepanjang jalan lintas desa pengunjung disuguhkan
tanaman hias berbunga di sisi kiri dan kanan jalan. Jika dari gerbang masuk,
posisinya mendaki. Rumah-rumah warga yang sederhana menghiasi pemukiman desa.
Letak balai desanya berada di tengah-tengah jalan lintasan desa.
Sekitar pukul 10.00 WIB kami tiba di desa itu.
Tapi perjalanan ke air terjun bukanlah tujuan utama. Tujuan utama Saya, Komi
dan Betty adalah ikut serta di kegiatan Penanaman Pohon di Kawasan TWA Bukit
Kaba. Kegiatan itu dilakukan oleh sebuah komunitas gender. Komunitas yang
terfokus pada perempuan. Nama komunitas itu Perempuan Alam Lestari (PAL), Desa
Batu Ampar Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahiang. Semua anggotanya perempuan.
Sementara kegiatan penghijauan itu dilakukan di rimba kaki Bukit Hitam. Yang
mana status rimba itu juga bagian dari hutan Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba
di Provinsi Bengkulu. Kegiatan itu digelar dalam rangka memperingati Hari
Konservasi Alam Nasional (HKAN).
Sekitar pukul 14.00 WIB, kegiatan tersebut selesai. Semuanya sudah berada di lokasi parkiran. Sebentar saja melepas penat lalu memacu mobil menuju Air Terjun Donok. Jarak dari titik parkiran mobil di kaki rimba Bukit Hitam menuju air terjun sekitar 1 kilometer. Namun sebelumnya sempat mampir beberapa menit di rumah Ketua PAL, Supartina Paksi.
***
Tiba di gapura Air Terjun Donok, mobil putih itu diparkir di depan gerbang. Betty dan Komi menyempatkan mengabadikan jejak mereka melalui sepetik foto dari handphone mereka. Kemudian kami bergegas menuju air terjun. Masih serupa dengan perjalanan sebelumnya. Jalan setapak menuju air terjun juga dikelilingi kebun kopi. Bedanya, akses menuju air terjun ini sudah dirabat beton.
Seperti apa perasaan Sean ketika dijelaskan oleh ibunya, Komi ketika pergi menuju air terjun? Tentulah sangat bahagia. Belum lagi tiba di titik air terjun, sepanjang jalan setapak Sean mengencangkan langkahnya. Dia tidak memedulikan kami yang ditinggalnya. Sean maunya cepat sampai di air terjun.
Sempat melintasi sebidang sawah, lalu bertemu pertigaan.
Untuk menuju air terjun, arahnya ke kanan. Di pertigaan ini saya menegur Komi
supaya Sean jangan dilepas sendirian. Meski jalan setapak menuju turunan air
terjun itu juga dirabat beton, tapi ada beberapa titik yang sisi kirinya jurang
curam. Di titik tertentu juga kondisi jalannya lembab dan licin. Sean pun
digandeng ibunya hingga ke titik air terjun.
“Masyaallaah
keren banget”. Begitu teriak Betty ketika sampai di
titik air terjun. “Eksotik sekali air
terjunnya”, teriaknya lagi. Sementara Komi fokus dengan merekam suasana di
air terjun dengan kamera DSLR nya. Lalu si Sean ngapain ? Sean riang gembira
mandi di air terjun. Lalu saya ? Saya kebagian mengawasi Sean.
Sayang tak bisa lama. Mendung yang sudah
menyelimuti tepat di atas kami. Awan kelabu itu tak mampu menahan lagi dan gerimis
pun berjatuhan. Kian detik kian deras hujannya. Akhirnya kami pun beranjak dari
air terjun. Sampai di pertigaan rehat sejenak di pondok. Tidak begitu kuyup
memang. Tapi basah di pakaian cukup meresahkan.
Sean ? Dia masih bersuka cita. Hanya sedikit
lesu terlihat di wajahnya karena merasa begitu cepat mandi di air terjun. Bocah
sekecil itu tidak tampak lelah. Yang ada dibenaknya semangat bertualang. Tapi
saya tak heran. Karena dia turunan dari darah daging yang kedua orangtuanya
memang petualang.
Tepat azan Ashar kami sudah di gerbang air
terjun lagi untuk menuju pulang. Kedua perempuan tangguh bersama seorang bocah
itu pun kembali melanjutkan perjalanan selama dua jam menuju Kota Bengkulu.
Sampai jumpa. Desa Batu Ampar menanti kalian lagi di lain waktu.
Komentar
Posting Komentar